Pemeriksaan Saksi Kasus Suap dan Gratifikasi oleh Lukas Enembe

Jakarta – ligo.id – Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus menelusuri aset-aset Gubernur nonaktif Papua Lukas Enembe terkait penyidikan kasus suap dan gratifikasi yang menjeratnya.

Penelusuran dilakukan lewat pemeriksaan empat saksi, Kamis (2/2/2023).

Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri menyebutkan saksi yakni swasta, Yonater Karomba; notaris, Herman; serta swasta, Hendrika Josina Sartje Dina Hindom diperiksa di Polda Papua.

Sementara saksi komisaris PT Bintuni Energy Persada, David Manibui diperiksa di Lapas Sukamiskin, Bandung.

“Para saksi hadir dan didalami pengetahuannya antara lain terkait dengan dugaan kepemilikan aset bernilai ekonomis dari tersangka LE (Lukas Enembe)” tutur Ali, Sabtu (4/2/2023).

KPK sebetulnya juga menjadwalkan pemeriksaan terhadap saksi Bendahara Pengeluaran Pembantu Kepala Daerah Provinsi Papua, Dius Enumbi; Plt Kepala Biro Layanan PBJ (BLPBJ) Setda Provinsi Papua, Debora Salossa; wiraswasta Imelda Sun; serta swasta, Pondiron Wonda. Hanya saja, mereka tidak menghadiri agenda pemeriksaan yang dijadwalkan.

Baca juga :  Pejagub Gorontalo Buka Musrenbangda Penyususnan RPJPD 2025-2045

“Para saksi tidak hadir dan penjadwalan ulang kembali dilakukan” tutur Ali.

KPK menetapkan Lukas sebagai tersangka kasus dugaan suap dan gratifikasi.

Selain Lukas, KPK juga menetapkan Direktur PT Tabi Bangun Papua Rijatono Lakka sebagai tersangka pemberi suap.

Rijatono diduga menyuap Lukas dan sejumlah pejabat Pemprov Papua agar bisa memenangkan sejumlah proyek infrastruktur.

Atas ulahnya, Rijatono disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) atau Pasal 5 ayat (2) dan Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Baca juga :  Makan Malam dengan Mentan RI, Wali Kota Bahas Pengembangan dan Penguatan KRPL

Sementara, Lukas disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau pasal 11 dan pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. #

Komentar