Tragedi Bom Bali Membawa Kenangan Menyedihkan Bagi Para Korban Dan Keluarga

Bali – ligo.id – Peringatan Bom Bali juga ditandai dengan pameran foto kejadian pada 20 tahun silam itu, dari jejak bom dan lubang yang ditimbulkan hingga proses penyidikan bersama petugas kepolisian dan forensik Australia.

Pemerintah Australia yang 88 warganya tewas dalam Bom Bali mengadakan peringatan khusus di Konsulat Australia di Bali. Mereka juga hadir bersama sejumlah pejabat dari konsulat lain, pemerintah provinsi Bali dan para penyintas serta keluarga korban Bom Bali di Monumen Tragedi Kemanusiaan pada pagi harinya untuk mengenang para korban dan mengutuk aksi teror yang dilakukan oleh Jemaah Islamiyah yang terafiliasi dengan kelompok teroris Alqaeda di Asia Tenggara itu.

Tiga militan Jemaah Islamiyah – Imam Samudra, Muhammad Ali Ghufron dan Amrozi bin Nurhasyim, yang dikenal juga sebagai Trio Pelaku Bom Bali, – dijatuhi hukuman mati pada tahun 2003 dan dieksekusi pada 2008.

Dua dekade setelah Bom Bali, luka dan kesedihan itu telah berubah menjadi kekuatan untuk mengubah keadaan menjadi lebih baik.

Dalam refleksinya, perwakilan pemerintah Australia, asisten Menteri Luar Negeri Australia Tim Watts mengutip cerita perjuangan ibu Tumini, seorang pelayan di Sari Club, salah satu dari dua restoran lokasi pemboman.

Tumini dibawa ke rumah sakit, tubuhnya ada di antara jenazah. Ia dikira meninggal hingga akhirnya ia mengacungkan tangan minta pertolongan. Luka bakar di tubuhnya membuatnya harus melakukan operasi berulang kali, sembilan di Bali dan tiga kali di Australia.

Masih ada pecahan bom di tubuhnya dan lebih berat adalah trauma jiwa terutama saat melihat asap dan api.

Kehilangan orang terkasih mendorong Mark Weingard yang tunangannya Annika Linden, menjadi salah satu korban tewas di Sari Club, membangun LSM bernama Annika Linden Center di Denpasar yang memfasilitasi gerakan sosial seperti Yayasan Puspadi Bali yang melayani disabilitas.

Demikian juga Yayasan Isana Dewata, salah satu lembaga yang didirikan penyintas Bom Bali yang mendampingi proses pemulihan. Yayasan ini melakukan doa bersama di ground zero pada sore harinya.

Suasana haru mewarnai monumen peringatan Bom Bali. Di antara pengunjung banyak kerabat korban membawa karangan bunga dan datang untuk memanjatkan doa.

Salah satunya adalah Mega, seorang perempuan muda yang membawa bunga dan sebuah foto. Foto itu adalah foto Jodie O’Shea, salah satu korban. Ia mengaku mendapat bantuan pendidikan di panti asuhan yang didirikan kerabat Jodie di Bali. Panti asuhan itu sekarang sudah tidak beroperasi.

Di sudut lain di monumen peringatan Bom Bali malam itu tampak dua keluarga saling berpelukan. Warti seorang perempuan Indonesia tampak menangis memeluk pasangan suami istri dari Australia.

Warti yang mengenakan hijab itu kehilangan suaminya, Faturrahman, sedangkan pasangan suami –istri Jodie Leigh Wallace kehilangan anak mereka malam itu 20 tahun yang lalu. Kedua keluarga hadir hampir tiap tahun setiap 12 Oktober di monumen itu untuk mengenang orang tercinta mereka.

“Serangan direncanakan untuk membunuh banyak orang dan menyebar permusuhan dan konflik di masyarakat yang majemuk. (Namun) mereka gagal” tutur Watts, yang menyebut hubungan Indonesia dan Australia justru semakin erat pasca Bom Bali, disatukan dalam tragedi dan kerjasama. #

Komentar