Tahun Ini 142 Orang Ditangkap Polisi, Diduga Terkait Terorisme

Polisi menangkap 142 orang yang diduga terkait dengan berbagai kelompok militan sepanjang tahun ini, lebih sedikit dari 200-an lebih yang ditangkap pada tahun lalu, kata juru bicara Polri, Rabu (19/12/2023).

Dari jumlah tersebut 16 orang masih dalam pemeriksaan, 101 orang dalam proses penyidikan, 23 orang sudah diserahkan berkasnya pada penuntut dan dua tersangka meninggal dunia, kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri Brigjen Ahmad Ramadhan.

Mereka ditangkap di berbagai daerah, kebanyakan di Pulau Jawa dan terbagi dari beberapa kelompok seperti Jamaah Ansharut Daulah (JAD), Jamaah Anshorus Syariah (JAS), Jemaah Islamiyah (JI), dan Negara Islam Indonesia (NII), kata Ramadhan.

“Tetap penting untuk mewaspadai ideologi radikal. Perlu diwaspadai propaganda dan penyebaran konten radikal melalui media sosial, ini sangat berbahaya,” ujarnya kepada wartawan.

Selain itu ada juga 49 orang tersangka anggota jaringan yang dipimpin oleh seorang militan Abu Oemar, yang diduga berasal dari berbagai kelompok dan dicurigai merencanakan aksi untuk mengganggu jalannya Pemilu 2024 mendatang, kata Ramadhan.

Menurut Ramadhan, Indonesia tetap mewaspadai pergerakan kelompok pendukung ISIS yang hingga kini masih aktif dan menguasai berbagai senjata.

Baca juga :  Kartini dan Saripa Rahman Hala: Perjuangan dengan Masa Berbeda

“Kepemilikan senjata oleh kelompok pendukung ISIS di Indonesia adalah ancaman serius. Persiapan dan pelatihan untuk tindakan teror bisa berlangsung kapan saja,” ujar dia.

Metode pendanaan makin beragam

Juru Bicara Densus 88 Antiteror Polri, Kombes Aswin Siregar sampai saat ini tidak ada perubahan eskalasi ancaman “sehingga kita bisa melakukan aktivitas dengan tenang dan damai.”

“Jika ada, maka kami akan bertindak preemtif di depan,” ujar dia.

Aswin mengatakan di antara mereka yang ditangkap, ada satu orang yang ikut berperang di Suriah dan empat orang yang bergabung ke Al-Qaeda in the Arabian Peninsula (AQAP) di Yaman.

“Yang bersangkutan bergabung dengan (kelompok) jihad global dan berlatih merakit senjata kemudian ikut latihan perang dan saat kembali ke Indonesia ditangkap oleh Densus 88,” ujar dia.

Menurut Aswin, ada empat tersangka dari 142 orang tersebut yang ditangkap karena diduga terlibat pendanaan terorisme, mereka adalah anggota kelompok JI dan JAS.

Dua orang pelaku dari JI menggelar kegiatan sosial yang bertujuan mengumpulkan dana untuk kegiatan sosial pendidikan atas nama yayasan tertentu, namun pada akhirnya digunakan untuk mendanai kegiatan JI, kata Aswin.

Baca juga :  Kartini dan Saripa Rahman Hala: Perjuangan dengan Masa Berbeda

Aswin juga mengatakan ada juga yang melakukan penggalangan dana dengan mengatasnamakan organisasi kemanusiaan seperti melalui lembaga bernama World Human Care (WHC) dan hasilnya dikirimkan ke Suriah dalam bentuk kripto.

Pada awal 2022, Amerika memasukkan WHC sebagai organisasi yang terlibat dengan pendanaan kelompok terorisme, namun tuduhan itu ditepis oleh perwakilan WHC.

Menurut Aswin, jumlah penindakan terorisme pada 2023 ini menurun dibanding tahun lalu yang berjumlah 248 orang. Selain itu semua penangkapan yang dilakukan tahun ini tindakan pencegahan dan antisipasi.

“Maksudnya adalah kelompok-kelompok yang berencana melakukan aksi bisa dicegah di depan. Ini menunjukkan efektivitas petugas mencegah serangan dan deradikalisasi yang cukup berhasil. Buktinya residivisme dan pelaku berulang makin sedikit,” ujar dia.

Meredupnya gerakan teror global

Direktur Eksekutif Yayasan Prasasti Perdamaian, Taufik Andrie Darmawan, mengatakan penurunan penangkapan ini mencerminkan bahwa kelompok militan di Indonesia kini tidak memiliki kapasitas memadai untuk melakukan serangan.

Baca juga :  Kartini dan Saripa Rahman Hala: Perjuangan dengan Masa Berbeda

Di sisi lain, penegakan hukum juga harus diakui berjalan baik, sehingga pengungkapan kasus berhasil membuka seluruh tersangka yang bisa dibawa ke persidangan.

“Tidak ada atau sedikit tersangka yang luput dari penangkapan,” ujar dia kepada BenarNews.

Menurut Andrie, jaringan terorisme kemungkinan besar kini mengalami stagnasi setidaknya karena kekalahan ISIS dan melemahnya jaringan Al-Qaeda.

“ISIS dan Al Qaeda ini sudah tidak tidak bisa lagi menjadi role model untuk kelompok teroris di Indonesia,” ujar dia.

Faktor berikutnya adalah pelemahan kelompok militan domestik, termasuk JI dan JAD, yang terafiliasi dengan ISIS.

Al Chaidar, pengamat terorisme yang juga pengajar di Universitas Malikussaleh di Aceh mengatakan penurunan jumlah penangkapan teroris oleh polisi ini memperlihatkan terjadinya penurunan jumlah orang-orang yang ingin berpartisipasi atau masuk ke kelompok militan.

Menurut dia JAD tidak kurang mendapatkan dukungan karena tindakan-tindakan yang cenderung bersifat parokial yaitu menjalankan tafsir keagamaan yang sempit dan eksklusif.

“Ideologi gerakan JAD ini juga sangat brutal dan anti-kemanusiaan,” ujar dia kepada BenarNews.

Komentar