Perempuan Pada Masa Pandemi

LIGO.ID – Menteri Keuangan Sri Mulyani, saat berbicara di “UN Women Asia Pasific & Women Empowerment Principles” WEPs, mengungkapkan 60 persen dari total 740 juta pekerja perempuan di sektor informal Indonesia misalnya telah kehilangan pekerjaan mereka.

Pekerja perempuan yang masih bekerja bahkan kehilangan 50 persen jam kerja mereka, sementara laki-laki ‘hanya’ kehilangan 35 persen jam kerja.

Tekanan ini membuat ekonomi akibat pandemi virus corona menimbulkan dampak lebih berat pada perempuan dibanding laki-laki

“Pendapatan pekerja perempuan juga terus turun. Pendapatan pekerja perempuan di Indonesia lebih rendah 23 persen dibanding laki-laki”. Papar Ani

Kuatnya budaya patriarki di Indonesia membuat perempuan menanggung dampak berbeda yang seringkali bahkan lebih berat.

Ini dikarenakan tidak semua perempuan memiliki akses dan kendali sumber daya terutama sumber keuangan, baik untuk meredam dampak, maupun beradaptasi dengan perubahan.

Serta kemampuan untuk memulihkan kondisi ketika menghadapi dampak pandemi.

Kajian Komnas Perempuan sepanjang Maret hingga Juli menunjukkan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).

Diberlakukan di banyak wilayah untuk mencegah meluasnya perebakan Covid-19 telah meningkatkan kerentanan perempuan dalam menghadapi pandemi.

Kebijakan itu menimbulkan beban ganda sebagai ibu, guru bagi anak-anak dan bahkan pencari nafkah keluarga, menimbulkan risiko kekerasan.

Sebaliknya, anggota komisioner Komnas Perempuan Maria Ulfah Anshor pada VOA mengatakan kajian itu juga menemukan kuatnya daya tahan atau resiliensi perempuan menghadapi berbagai tantangan itu.

“Sisi lain kami menemukan daya lenting dari inisiatif organisasi masyarakat sipil melalui berbagai skema ekonomi solidaritas yang menguatkan daya juang sektor ekonomi usaha kecil yang menawarkan nilai-nilai baru dari sisi ekonomi. Kami menemukannya di berbagai tempat, dilakukan berkelanjutan. Inisiatif dan pelakunya juga perempuan,” jelas Maria Ulfah Anshor.

Hal senada disampaikan Prof. Meiwita Budiharsana, guru besar Fakultas Kesehatan Masyarakat di Universitas Indonesia.

“Kita belajar bahwa perempuan itu cukup lenting, selalu ada upaya, selalu ada hal positif, yang bisa diciptakan dalam keadaan sesulit apapun.” Terangnya. (#c)

Komentar