Pakar Ekonomi: Kok Serapan Anggaran Jadi Indikator Keberhasilan Tangani Covid

Yogyakarta – ligo.id – Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis UGM, DR. Rimawan Pradiptyo juga mengkritisi sejumlah pedoman kebijakan pemerintah selama pandemi.

Salah satu yang cukup mengganggu adalah Key Performance Indicator (KPI) yang masih berbasis penyerapan anggaran, akibatnya kebijakan sering tidak nyambung, misalnya pemerintah membatasi mobilitas tapi pada saat yang sama menyarankan pergerakan demi belanja anggaran.

Menurut Pegiat komunitas Sambatan Jogja (SONJO) ini, birokrasi juga dinilai terlalu banyak melakukan formalitas.

Hambatan berikutnya, kata Rimawan, adalah sekat otonomi daerah, yang memaksa kerja sama tidak sinkron antarlembaga dengan pemerintah provinsi dan kabupatan atau kota di bawahnya. Selain itu,

“Kondisi di tengah varian delta seperti ini, meeting masih luring. Bahkan penyaluran bantuan nunggu upacara dulu, yang upacaranya luring juga. Padahal yang ada di lapangan, sudah banyak yang meninggal,” tegas DR. Rimawan yang juga menyoroti problem terkait keyakinan terhadap definisi korupsi yang salah kaprah dalam penanganan pandemi.

Dalam sebuah kasus, Rimawan menemukan pelaku isolasi mandiri di shelter milik sebuah desa, yang tidak menerima bantuan makan, karena pasien itu berasal dari desa lain.

Baca juga :  Kartini dan Saripa Rahman Hala: Perjuangan dengan Masa Berbeda

Alasannya, bantuan makan itu berasal dari dana desa, yang secara aturan hanya bisa diberikan kepada warga desa bersangkutan.

Dalam kasus semacam ini, kata Rimawan, pertanyaan besar tentang kebangsaan menjadi muncul, karena faktor Kartu Tanda Penduduk (KTP) menghambat upaya kemanusiaan.

Ia mencontohkan hal lain soal pemimpin daerah yang mabuk politik dan ekonomi.

Menurutnya, ada upaya yang mereka lakukan untuk mengurangi jumlah tes, agar jumlah kasus yang ditemukan juga semakin sedikit. Kepala daerah semacam ini, jelasnya, ingin menunjukkan bahwa daerah yang dipimpinnya adalah zona hijau.

“Istilahnya, menghancurkan diri sendiri. Lebih buruk menurut saya, itu membunuh rakyatnya sendiri,” tambahnya.

Ia juga menyentil masalah mendasar lain, soal hambatan mental yang Ia temukan ketika SONJO (komunitas yang ia geluti di Jogja) bekerja sama membangun shelter, banyak pertanyaan mengenai dasar hukum.

Baca juga :  Kartini dan Saripa Rahman Hala: Perjuangan dengan Masa Berbeda

Rimawan mengaku bingung dengan mental semacam itu, karena persoalan izin selalu dikedepankan dari pada upaya menyelamatkan manusia.

Sementara itu, Dekan Fakultas Hukum UGM, Prof. DR. Sigit Riyanto, mengingatkan pemerintah harus memastikan kerangka kerja hukum harus bersesuaian dengan kebijakan hukum.

“Kita menghadapi ketidakpatuhan, ketidakpercayaan dan lain-lain. Seringkali di dalam situasi seperti ini, ada kebijakan-kebijakan yang kalau dievaluasi di lapangan, tidak koheren antara satu dengan yang lain,” kata Prof. Sigit.

Salah satu masalah besar birokrasi, seperti yang diungkap Rimawan Pradiptyo di atas, adalah karena institusi masih mengutamakan serapan anggaran di tengah pandemi.

Baca juga :  Kartini dan Saripa Rahman Hala: Perjuangan dengan Masa Berbeda

Lebih mengherankan lagi serapan anggaran itu terutama untuk kegiatan-kegiatan rutin yang sudah ditetapkan sebelum pandemi. Padahal, tambah Sigit, situasi sudah jauh berbeda.

Menurut Sigit, dalam situasi saat ini pemerintah harus mampu menyelaraskan dirinya, dengan semangat masyarakat turut mengatasi pandemi.

“Masyarakat itu sudah bergotong-royong. Mereka melibatkan diri dalam penyediaan shelter, mendukung keluarga atau warga yang sedang isoman dengan logistik dan lainnya.” tambah Sigit.

“Pada saat yang sama, komitmen negara, komitmen pemerintah, untuk menyediakan anggaran dan hal-hal yang diperlukan secara tepat waktu, itu menjadi sangat penting,” sambungnya.

Dari sudut pandang Hak Asasi Manusia, Sigit mengingatkan, negara harus memastikan semua rakyat sehat, mendapatkan layanan secara adil, dan terselamatkan. Misalnya, jika terkait vaksinasi, pemerintah harus memastikan tersedia untuk seluruh warga negara.

Akses di setiap pelosok Tanah Air harus terjamin, tidak boleh ada diskriminasi. #red/adm

Komentar