Indonesia Perlu Menyiapkan Strategi Untuk Menghindari ‘Perfect Storm’

Jakarta – ligo.id – Dalam laporan Bank Dunia Is a Global Recession Imminent? (Apakah Resesi Global Sudah Dekat) menyatakan perekonomian global berpotensi mengalami resesi karena konflik geopolitik, lonjakan harga komoditas, dan gelombang inflasi.

Dalam laporan tersebut, jika terjadi resesi, maka perekonomian global hanya tumbuh 2,8 persen pada 2022, kemudian merosot ke 0,5 persen pada 2023 dan baru mulai pulih 2 persen di 2024.

Dampak resesi juga akan lebih dirasakan negara maju ketimbang negara berkembang. Ekonomi negara maju bisa terkontraksi 0,6 persen pada 2023 dan hanya tumbuh 1 persen di 2024. Sementara ekonomi negara berkembang diprediksi tetap mampu tumbuh meski melambat.

Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Bima Yudhistira menilai pemerintah lebih baik segera menyiapkan paket kebijakan untuk mengantisipasi krisis yang akan terjadi di tahun depan ketimbang hanya menjadi juru ramal ekonomi global.

Baca juga :  Kartini dan Saripa Rahman Hala: Perjuangan dengan Masa Berbeda

“Kalau memang mengakui akan ada ‘perfect storm’ maka harusnya segera siapkan koordinator hadapi krisis karena kalau dilihat sekarang hanya ada kebijakan untuk hadapi krisis pandemic, sementara variabel sudah berubah harus ada protokol krisis lingkungan, ekonomi dan keamanan untuk segera diimplementasikan, itu yang kurang” kata dia.

“Tindakan cepat lebih baik dibandingkan dengan ketakutan krisis yang digaungkan seperti insentif fiskal, perpajakan dan lainnya” kata dia.

Menurutnya, kebijakan pemerintah yang lebih mementingkan pembangunan proyek masih kontradiksi dengan adanya resiko krisis. Beberapa antisipasi yang bisa pemerintah lakukan antara lain segera turunkan PPN menjadi 7 persen untuk stimulus konsumsi, memberikan subsidi pupuk, dorong transisi energi, perbaiki aturan mobil listrik untuk segera dieksekusi.

Baca juga :  Kartini dan Saripa Rahman Hala: Perjuangan dengan Masa Berbeda

“Segera lakukan perubahan anggaran untuk dialihkan ke perlindungan sosial. Dibutuhkan setidaknya 4 persen dari PDB untuk cegah krisis. Devisa hasil ekspor juga harus diperkuat. Kalau tidak maka Indonesia juga akan terseret di gelombang resesi global itu” ujarnya.

Wakil Direktur Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Eko Listiyanto mengatakan meskipun Indonesia berpeluang besar terseret resesi global tahun depan namun pertumbuhan ekonomi tahun depan tidak akan minus.

“Hal ini karena permintaan domestik yang masih kuat. Efek resesi ekonomi tahun depan untuk Indonesia antara lain ada kemungkinan penurunan permintaan ekspor, pasar pengalihan dari negara yang lagi resesi” kata dia.

Menurut dia, Indonesia perlu menyiapkan strategi untuk menghindari krisis. Salah satunya dengan menjaga stabilitas nilai tukar, sektor keuangan, serta bank sentral yang tetap independen dan profesional.

Baca juga :  Kartini dan Saripa Rahman Hala: Perjuangan dengan Masa Berbeda

“Jangka menengah perlu peningkatan produktivitas ekonomi masyarakat dengan peningkatan skill, optimalisasi pasar domestik dan peluang pasar internasional, peningkatan kualitas SDM. APBN juga perlu disiplin fiskal dengan target defisit yang dipatuhi atau kurang dari 3 persen dari PDB” kata dia. #

Komentar