Anak-Anak Korban Cianjur Kembali Bersekolah di Tenda-Tenda Darurat

Cianjur – ligo.id – Anak-anak korban gempa Cianjur di Kampung Panyaweuyan, Desa Ciherang, Kecamatan Pecat, Kabupaten Cianjur kembali bersekolah.

Namun, mereka terpaksa bersekolah di tenda-tenda darurat lantaran sekolah mereka rusak berat dan tidak layak untuk ditempati.

Anak-anak tersebut bersekolah di tenda-tenda berukuran besar yang didirikan oleh personel Brimob dan Kementerian Sosial di sebuah tanah lapang, tidak jauh dari lokasi pengungsian.

Pembelajaran di sekolah darurat ini sudah berlangsung selama sepekan terakhir.

“Sekolah dari hari Senin (pekan kemarin) soalnya sekolahnya rusak, ambruk. Dindingnya ambruk” ujar Auranita Tifhana, salah satu siswa kelas 4 SDN Panyaweuyan, Senin (12/12/22).

Meski bersekolah di tenda darurat, Aura mengaku cukup senang karena ia dan teman-temannya bisa kembali bersekolah setelah musibah gempa yang mengguncang pada 21 November lalu.

Baca juga :  Lokasi Pembangunan Islamic Center Gorontalo Masih Jadi Persoalan Serius

“Senang soalnya bisa ketemu lagi sama temen-temen bisa sekolah lagi,” ungkap dia.

Aura sangat berharap bisa kembali bersekolah di sekolahnya yang dulu. Ia berharap sekolahnya dapat segera dibangun atau direnovasi kembali. Selain itu, Aura juga berharap gempa tak kembali terjadi.

“Biar tidak terjadi lagi gempa dan sekolah dibangun lagi” harapnya.

Sementara, Kepala SDN Panyaweuyan Ani Murhayani menyatakan, bangunan sekolah yang rusak dan ambruk mencapai lebih dari 70 persen. Ani mengatakan, pihaknya memilih menyelenggarakan kegiatan belajar mengajar di tenda untuk keamanan anak didik.

“Khawatir kalau misalnya ada apa-apa karena ada tembok yang ambruk, atapnya juga runtuh. Beberapa kelas yang lainnya juga. Jadi biar aman sekolahnya di tenda” jelasnya.

Ani menjelaskan dari total 276 siswa, hanya sekitar 95% saja yang kembali bersekolah.

Baca juga :  Berantas Narkoba, Marten: Harus Masif

Sedangkan 5% sisanya tidak bersekolah karena mengikuti orang tuanya mengungsi di rumah kerabat atau saudara serta keluarga di kota lain.

Antusias anak-anak untuk kembali bersekolah sangat tinggi meski melaksanakan proses belajar mengajar di tenda.

“Awal dibuka itu sekitar 90% yang masuk. Tetapi sampai hari ini terus bertambah sampai 95% sisanya ikut mengungsi ke rumah keluarganya di kota yang lain” jelasnya.

Pihak sekolah mengatur jadwal masuk anak didik menjadi dua shift karena tenda yang tersedia hanya tiga buah.

Masing-masing shift bersekolah selama 2 jam saja. Durasi bersekolah itu tidak sepenuhnya diisi pelajaran, tetapi juga disisipi dengan materi berkenaan dengan bencana gempa dan trauma healing.

Baca juga :  Gebyar Ketupat di Padebuolo Diapresiasi Sekda

“Iya,diisi dengan trauma healing juga, baik itu oleh anggota Korps Brimob, Kemensos ataupun oleh guru-guru kami sendiri” terangnya.

Ani juga mengaku tidak bisa memastikan sampai kapan pembelajaran di sekolah darurat ini berlangsung. Pihak sekolah masih menunggu renovasi atau perbaikan gedung sekolah atau sampai layak untuk kembali digunakan.

“Kalau pastinya kami tidak bisa memprediksi tetapi kami berharap sekolah kami bisa secepatnya direnovasi dan diperbaiki, sehingga anak-anak bisa sekolah lagi di kelas” harapnya. #

Komentar