Tangani Pandemi, Pemerintah Dinilai Banyak Gunakan Istilah Formalitas

Jogjakarta – ligo.id – Kondisi psikologi masyarakat seringkali tidak menjadi perhatian pemerintah setiap kali mengambil kebijakan terkait penanganan Covid-19.

Seringkali muncul di masyarakat keyakinan bahwa yang wajib menyelesaikan persoalan dampak Covid-19 hanya pemerintah, bukan masyarakat secara bersama-sama meski sering diimbau berulangkali.

Pandangan ini disampaikan Prof Koentjoro, seorang Guru Besar Fakultas Psikologi, Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta saat diskusi yang diselenggarakan Dewan Guru Besar UGM.

Menurutnya, masyarakat secara umum dinilai telah mengalami stres karena dampak pandemi sangat terasa, baik sosial, budaya maupun ekonomi dan telah berjalan setahun lebih.

Ibarat berbicara kepada pihak yang mengalami tekanan batin, pemerintah diminta berhati-hati dalam memilih bahasa dan pilihan kata atau diksi.

“Kita harus berhati-hati dalam memilih diksi. Masyarakat kita yang sudah lebih satu tahun ada Covid, ini mengalami stres massal.” kata Koentjoro.

“Munculnya psikologi komunitas itu adalah karena adanya stres massal yang berkepanjangan. Karena itu, akan lebih baik kalau stres massal itu bisa kita tekan dengan diksi-diksi yang lebih baik,” sambungnya.

Prof. Koentjoro mencontohkan istilah yang populer saat ini, PPKM (Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat) mulai dari Mikro, Darurat hingga Level 1, 2 dan 3, 4.

Jika melihat tujuannya, kata Koentjoro ini adalah bagian dari strategi intervensi untuk menekan mobilitas warga, yang pada gilirannya untuk menekan perkembangan kasus Covid-19.

Namun karena istilahnya, upaya pembatasan kegiatan masyarakat lebih mengemuka dan mengalihkan tujuan utamanya, yaitu menekan kasus dan menyehatkan masyarakat.

“Yang terjadi adalah, sekarang adanya penyekatan-penyekatan. Tetapi kalau kita lihat, meski namanya penyekatan, jalanan tetap penuh, jalan malah macet, kemudian malah membuat persoalan dan yang disalahkan Polisi,” jelas Koentjoro.

Koentjoro mengajak pemerintah kembali berpaling pada tujuan diterapkannya program itu, bukan penyekatan yang penting, tetapi intervensi untuk menekan kasus.

Ia memilih nama program PPKM dengan istilah Program Penyelamatan Kesehatan Masyarakat. Sama-sama disingkat sebagai PPKM, tetapi pemilihan istilah ini memberi kesan lebih kuat bahwa pemerintah melakukannya demi penyelamatan kesehatan masyarakat.

Baginya, Pemerintah harus dapat meyakinkan masyarakat, bahwa yang dilarang adalah aktivitas penyebab kerumunan dan bukannya melarang masyarakat mencari nafkah.

Ia menambahkan, harusnya Pemerintah menggunakan Pendekatan budaya, keikutsertaan tokoh masyarakat dan tokoh agama yang akan sangat membantu.

Prinsipnya, lanjut Koentjoro, masyarakat harus disadarkan bahwa mengatasi pandemi adalah tanggung jawab bersama bukan hanya pemerintah. Di tengah masyarakat yang sadar, PPKM barangkali tidak akan lagi diperlukan. #red/adm

Komentar