Oleh: Budiyarto Makmur, SH., MH.
(Advokat/Pemerhati HAM)
LIGO.ID – Setelah disetujui oleh Kementerian Kesehatan RI, maka Pergub PSBB Gorontalo terhitung tanggal 4 Mei 2020 mulai diberlakukan, untuk itu masyarakat Gorontalo akan menghadapi Masa Pembatasan selama 14 hari kedepan, dan akan menjalani larangan beraktivitas diluar rumah, setidaknya berlaku mulai pukul 17.00 WITA.
Larangan ini tertuang dalam Peraturan Gubernur Gorontalo Nomor 15 Tahun 2020 Pasal 13 Ayat (4); “setiap kegiatan penduduk di tempat umum yang dikecualikan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat dilakukan dari pukul 06.00-17.00 WITA. Layanan yang dimaksud pada ayat (3) adalah sebagai berikut;
a) Memenuhi kebutuhan pokok dan/atau kebutuhan sehari-hari,
b) Memenuhi kebutuhan layanan Kesehatan,
c) Memenuhi kebutuhan layanan Zakat, Infaq dan Sedekah,
d) Memenuhi kebutuhan Petugas Penanganan Covid-19,
e) Memenuhi kebutuhan sektor Pertanian dan Perikanan.
Selanjutnya, pada Pasal 14 ayat (1) – ayat (4) Pergub Gorontalo Nomor 15 Tahun 2020 Tentang PSBB lebih rinci menyampaikan jenis kegiatan-kegiatan yang bisa dilakukan, dari penjualan bahan pangan, makanan, minuman, pasar rakyat, toko swalayan seperti Minimarket, Supermarket, Hypermarket, Perkulakan dan Toko khusus, baik yang berdiri sendiri maupun yang berada di Pusat Perbelanjaan, Toko, Warung Kelontong, Jasa Binatu (Laundry), Energi, Komunikasi dan Teknologi Informasi, Keuangan Perbankan, dan Sistem Pembayaran, Logistik, semuanya hanya bisa dilaksanakan pada pukul 06.00 sampai dengan pukul 17.00 WITA.
Artinya batas waktu semua aktivitas adalah pukul 17.00 WITA, setelah itu tidak dibenarkan untuk menjalani kegiatan apapun, atau secara sederhana kita bisa memahami baik penyedia bahan pokok, kebutuhan kesehatan, penyedia kebutuhan layanan zakat, termasuk siapapun yang beraktivitas diluar rumah jika telah melewati batas waktu yang ditetapkan dalam Pergub Gorontalo Nomor 15 Tahun 2020 adalah sebagai Pelanggar PSBB, Pelanggar tentu akan mendapatkan Sanksi sebagai akibat dari pelanggaran hukum yang dilakukan.
Pembatasan kegiatan penduduk dengan menggunakan penambahan norma, menurut penulis adalah suatu tindakan yang rasanya terlalu berlebihan bahkan sudah melewati dari Aturan Pedoman Penanganan Covid-19 sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri kesehatan RI Nomor 9 Tahun 2020 Tentang Pedoman PSBB, dalam aturan PMK Nomor 9 Tahun 2020 terdapat pengecualian untuk fasilitas umum yang tetap bisa berjalan normal sebagaimana mestinya yaitu:
Pasal 13 ayat (7)
- Supermarket, minimarket pasar, toko atau tempat penjualan obat-obatan dan peralatan medis, kebutuhan pangan, barang kebutuhan pokok, barang penting, bahan bakar minyak, gas dan energi
- Fasilitas pelayanan kesehatan atau fasilitas lain dalam rangka pemenuhan pelayanan kesehatan; dan
- Tempat atau fasilitas umum untuk pemenuhan kebutuhan dasar penduduk lainnya termasuk kegiatan olahraga
Dari uraian diatas, terdapat perbedaan dan pertentangan kaidah hukum antara Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 Tahun 2020 tentang Pedoman PSBB dan Peraturan Gubernur Nomor 15 Tahun 2020 Tentang Pedoman Pelaksanaan PSBB. Adanya pembatasan waktu pergerakan penduduk pada jam tertentu dalam Pergub Gorontalo Nomor 15 Tahun 2020 mengakibatkan pergeseran makna, dari Darurat Kesehatan menjadi Darurat Sipil. Padahal jika kita membaca Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 Tahun 2020 Pasal 13 ayat (6) secara jelas menerangkan maksud dan substansi PSBB, bahwa PSBB bersifat mengatur tentang pelaksanaan bentuk pembatasan jumlah orang dan pengaturan jarak orang bukan pelarangan atau mengatur pembatasan pergerakan aktivitas orang
—————————————————————
PSBB Darurat Kesehatan “Rasa Darurat Sipil”
Sebagaimana kita ketahui bersama, bahwa pemerintah telah memutuskan kejadian penularan wabah penyakit Covid-19 ini sebagai keadaan Darurat Kesehatan dengan merujuk pada Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 Tentang Kekerantinaan Kesehatan, oleh sebab itu pemerintah mengambil langkah kebijakan pencegahan wabah Covid-19 dengan menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 Tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar.
Definisi darurat kesehatan bisa kita temukan Pasal 1 ayat (2), sebagai berikut, “Kedaruratan Kesehatan Masyarakat adalah kejadian kesehatan masyarakat yang bersifat luar biasa dengan ditandai penyebaran penyakit menular…”. dengan begitu jelas bagi kita bahwa langkah yang diambil oleh pemerintah adalah Darurat Kesehatan.
Penerapan aturan larangan mengenai pembatasan aktivitas sebagaimana diatur dalam Pergub Gorontalo Nomor 15 Tahun 2020 bisa kita temukan pada Pasal 13 ayat (4), Pasal 14 ayat (4) huruf m, Pasal 15 ayat (2) huruf d, Pasal 16 ayat (2) huruf e, Pasal 17 ayat (3) huruf d, dan Pasal 18 ayat (2) huruf d. Pembatasan aktivitas atau larangan pada jam–jam tertentu tersebut tidak akan kita temukan pada Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 Tahun 2020 Tentang Pedoman PSBB, Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 Tentang PSBB dan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 Tentang Kekarantinaan Kesehatan. Tiga peraturan perundangan-undangan tesebut merupakan dasar pijakan pemerintah sebagai langkah percepatan penanganan penyebaran Corona Virus Disease 2019 (Covid-19).
Namun demikian, jika kita melihat yang dijadikan rujukan Pergub Gorontalo Nomor 15 Tahun 2020 sebagai dasar penambahan norma hukum baru dan larangan pada jam-jam tertentu akan kita temukan pada Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1959 Tentang Pencabutan Undang-Undang Nomor 74 Tahun 1957 (Lembaran Negara Nomor 160 Tahun 1957) dan Penetapan Keadaan Bahaya yaitu sebagai berikut;
Pasal 10 ayat 1; “Penguasa Darurat Sipil Daerah berhak mengadakan peraturan-peraturan yang dianggap perlu untuk kepentingan ketertiban umum atau untuk kepentingan keamanan daerahnya, yang menurut perundang-undangan pusat boleh diatur dengan peraturan yang bukan perundang-undangan pusat”.
Adapun larangan beraktivitas pada jam-jam tertentu termasuk keluar rumah akan kita temukan pada Pasal 19 “penguasa darurat sipil berhak membatasi orang berada diluar rumah”. Yang menjadi soal adalah Pemerintah Pusat tidak menggunakan aturan PERPPU Nomor 23 Tahun 1959 dan telah menerbitkan keputusan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 Tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar, artinya keadaan negara sedang dalam kondisi Darurat Kesehatan, Bukan Darurat Sipil.
—————————————————————
Prinsip Hak Asasi Manusia
Hak Asasi Manusia merupakan hak dasar yang secara alamiah melekat pada diri manusia sebagai mahluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan Anugerah-nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara hukum, pemerintahan, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindugan harkat dan martabat manusia (Pasal 1 UU No.39 Tahun 1999) Tentang HAM. Indonesia merupakan salah satu negara yang telah meratifikasi Kovenan Internasional Tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial Dan Budaya Melalui Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2005 (IESCR) dan Kovenan Internasional Hak-Hak Sipil Dan Politik melalui Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005 (ICCPR).
Secara umum, kovenan IESCR dan ICCPR bertujuan untuk menegaskan pokok-pokok Hak Asasi Manusia yang telah disetujui bersama oleh negara-negara yang secara bersamaan melakukan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM). Prinsip dasar HAM dalam Deklarasi Universal HAM (DUHAM) antara lain sebagai berikut; 1). Prinsip keadilan, prinsip ini menyangkut kesetaraan, non diskriminasi, kesetaraan untuk setiap orang dapat berpartisipasi. 2). Prinsip Martabat dan 3). Prinsip Kemanusiaan.
Menurut penulis, Pergub Gorontalo Nomor 15 Tahun 2020 Pasal 13 ayat (4), Pasal 14 ayat (4) huruf m, Pasal 15 ayat (2) huruf d, Pasal 16 ayat (2) huruf e, Pasal 17 ayat (3) huruf d, dan Pasal 18 ayat (2) huruf d yang telah menyebutkan larangan beraktivitas pada jam-jam tertentu merupakan tindakan yang bertentangan dengan prinsip HAM sebagaimana yang telah disebutkan diatas, bahkan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang HAM Pasal 27 ayat (1) telah secara jelas menyatakan bahwa setiap Warga Negara Indonesia berhak untuk secara bebas bergerak, berpindah, dan bertempat tinggal dalam wilayah negara Republik Indonesia.
Kita bisa bayangkan dengan adanya pembatasan waktu pada jam tertentu akan mengakibatkan berbagai macam persoalan dilapangan, masyarakat akan merasa kesulitan untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka pada jam-jam tertentu akibat dari pembatasan larangan beraktivitas. Pemenuhan prinsip dasar inilah yang menurut penulis perlu mendapat perhatian khusus bagi pemerintah provinsi Gorontalo
—————————————————————
Bahwa terdapat Pertentangan antara Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 Tahun 2020 Pasal 13 ayat (7) dengan Pergub Gorontalo Nomor 15 Tahun 2020 Tentang Pedoman Pelaksanaan PSBB Pasal 13 ayat (4). Pembatasan waktu beraktivitas pada pukul 06.00-17.00 WITA merupakan norma hukum baru, yang mengakibatkan pergeseran makna dan pertentangan dengan aturan perundang-undangan diatasnya.
Penulis tidak menemukan landasan hukum yang digunakan Pergub Gorontalo Nomor 15 Tahun 2020 Tentang Pedoman Pelaksanaan PSBB Pasal 13 ayat (4) pada Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 Tahun 2020 Tentang PSBB, Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 Tentang PSBB, dan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 Tentang Kekarantinaan Kesehatan.
Terhadap penambahan kaidah hukum mengenai pembatasan waktu beraktivitas yang dimulai pukul 06.00-17.00 WITA, merupakan pembatasan gerakan orang yang mengakibatkan penafsiran tentang pemberlakuan Darurat Sipil dan jauh dari prinsip HAM.
—————————————————————
Bahwa perlu dilakukan revisi Pergub Gorontalo Nomor 15 Tahun 2020 Tentang Pedoman Pelaksanaan PSBB, dimana terdapat beberapa pasal yang bertentangan dengan aturan perundang-undangan diatasnya, setidaknya tidak membatasi ruang gerak orang yang menggantungkan hidupnya dari hasil jualan harian, tentu dengan tetap mengedepankan protokol kesehatan penanganan Covid-19
—————————————————————
Tulisan singkat ini bukan bermaksud agar masyarakat di Provinsi Gorontalo bersikap tidak mematuhi aturan yang telah ditetapkan, penulis hanya memberikan masukan kepada pemerintah Provinsi Gorontalo dengan melihat kondisi masyarakat yang serba kesulitan secara ekonomi ditengah wabah Covid-19 yang sedang melanda Indonesia, khusunya di Provinsi Gorontalo. Penulis menyadari ditengah pandemi ini kita semua harus secara bersama saling membantu memberikan semangat kepada Gugus Tugas percepatan penanganan Covid-19 di Provinsi Gorontalo.
Semoga wabah ini segera berakhir dan kita semua dapat kembali beraktivitas sebagaimana mestinya. (*)
Komentar