Palestina – ligo.id – Saat peziarah dari seluruh dunia berduyun-duyun ke kota Bethlehem, Yerusalem dan Nazareth untuk merayakan Natal, umat Kristen di Jalur Gaza dipersulit izinnya oleh Israel untuk berkunjung ke kota-kota tersebut.
Mereka harus menunggu untuk mendengar apakah Israel akan memberi mereka izin perjalanan.
Tahun ini, otoritas Israel telah menyetujui perjalanan bagi hampir 600 orang Kristen Palestina di Gaza, menurut COGAT, sebuah unit di Kementerian Pertahanan Israel yang mengoordinasikan masalah sipil dengan warga Palestina.
Tetapi warga Palestina mengatakan, alokasi izin Israel menolak kesempatan langka bagi banyak keluarga untuk meninggalkan Jalur Gaza dan bepergian bersama karena izin tidak selalu diberikan kepada semua anggota keluarga
.”Ini adalah tragedi ketika ibu atau ayah yang mendapatkan izin dan bukan anak atau sebaliknya. Itu berarti tidak ada perjalanan dan tidak ada perayaan” Suhail Tarazi, direktur Asosiasi Kristen Remaja Putra Gaza (YMCA).
“Penderitaan seperti itu terjadi pada banyak keluarga dan berulang setiap tahun” kata Tarazi kepada Reuters saat perayaan penebangan pohon di Kota Gaza.
COGAT mengatakan tuduhan itu adalah “kebohongan mutlak”, namun mereka telah menolak sekitar 200 aplikasi dari umat Kristen di Jalur Gaza tahun ini dengan alasan keamanan.
2,3 juta penduduk Gaza terdiri dari sekitar 1.000 orang Kristen, kebanyakan dari mereka adalah Ortodoks Yunani yang merayakan Natal di bulan Januari.
Pemerintahan di Jalur Gaza dijalankan oleh kelompok Islam Hamas.
Mengutip masalah keamanan, Israel membatasi pergerakan orang dan barang dan mempertahankan blokade laut di jalur pantai yang padat penduduk, di mana tingkat pengangguran dan kemiskinan tinggi. Mesir juga mempertahankan beberapa batasan di sepanjang perbatasannya dengan wilayah tersebut.
“Saya mendapat izin, tetapi baik istri maupun anak saya tidak, oleh karena itu, saya tidak akan dapat berpergian dan menikmati Natal di Bethlehem, tempat kelahiran Yesus” kata Majed Tarazi.
Bagi jurnalis Samer Hanna, situasinya terbalik. Dia telah ditolak izinnya selama 15 tahun terakhir dengan alasan keamanan, sementara istri dan dua anaknya dapat bepergian.
“Mereka marah ketika mereka pergi dan saya tidak bersama mereka, dan jika mereka tinggal di sini karena saya, mereka masih berharap bisa pergi ke Tepi Barat atau Yerusalem” kata Hanna.
Meskipun Bethlehem hanya berjarak 90 menit berkendara, larangan bepergian telah mencegahnya untuk berhubungan kembali dengan keluarga besar dan teman-teman di Tepi Barat.
“Ini masalah besar ketika saya melihat orang-orang dari seluruh dunia pergi ke Bethlehem dengan mudah dan saya tidak bisa bepergian dengan keluarga saya” katanya. #
Komentar