Jakarta – ligo.id – Pesawat Sriwijaya Air jatuh diduga pilot hendak pindah jalur dan pilot bernama Afwan mengalami disorentasi saat terbang.
Pesawat Sriwijaya Air mengalami kecelakaan dengan rute Jakarta – Pontianak.
Kedua aspek inilah yang diduga membuat pesawat oleng sehingga terjun bebas ke laut Kepulauan Seribu, dalam kondisi mesin masih hidup.
Analisis penyebab kecelakaan itu didasarkan pada hasil rekam jejak penerbangan yang dirilis Flightradar24.
Laman daring pelacak penerbangan ini mengombinasikan data dari Automatic Dependent Surveillance-Broadcast (ADS-B), Multilateration (MLAT), dan data radar.
Ketiganya diagregasi dan dikombinasikan dengan jadwal dan status penerbangan dari maskapai dan bandara untuk menghasilkan rekam jejak.
Meski demikian, temuan ini perlu diteliti lebih jauh dan dicocokkan akurasinya dengan data rekam penerbangan dari pesawat (FRD) yang kini tengah diteliti Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT).
Merujuk data Flightradar24, sejak kembali aktif mengudara pada 19 Desember 2020, pesawat PK-CLC terbang dengan rute yang sama sebanyak sembilan kali.
Peta di bawah menggambarkan tiga penerbangan terakhir Jakarta-Pontianak, yakni pada 3 Januari 2021, 9 Januari 2021 saat pagi hari pukul 05.14 WIB dan siang hari pukul 14.36 WIB.
Apabila digabungkan dengan data prosedur keberangkatan (Standard Instrument Departure) yang dirilis Kementerian Perhubungan, tampak dua jalur yang biasa ditempuh oleh pesawat.
Jalur pertama seperti yang tergambar pada rekam penerbangan 9 Januari pagi hari (garis berwarna biru).
Setelah lepas landas dari bandara, pesawat akan diarahkan menuju titik yang disebut Winar dan belok ke kanan, ke titik Arjuna. Dari Arjuna, dia kemudian bergerak ke timur laut (pada peta, ke arah serong atas kanan) menuju Pontianak.
Pada beberapa kondisi, pesawat bisa diarahkan ke titik Abasa, jalur pintas. Perjalanan ini nampak pada penerbangan 3 Januari (garis berwarna hijau), yang menjadi pilihan jalur kedua.
Sesuai prosedur, perpindahan jalur ke titik Abasa biasa terjadi jika cuaca baik, tidak ada awan tebal, dan kondisi lalu lintas di udara cenderung sepi sesuai arahan Air Traffic Controller (ATC). Setelah dari Abasa, dia akan bergerak menuju destinasi.
Menurut Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika, kondisi cuaca kala pesawat terbang sedang hujan dan disertai petir dengan jarak pandang sejauh 2 kilometer. Meski demikian, cuaca ini dikategorikan layak terbang atau mendarat.
Upaya perpindahan jalur ke Abasa diduga dilakukan oleh sang pilot pada penerbangan 9 Januari siang hari, sebelum kecelakaan terjadi.
“Diarahkan ke jalur pintas itu bukan masalah dan wajar, tapi belum sampai (jalur pintas), dia terus oleng dan jatuh,” ujar pengamat penerbangan Gerry Soejatman, saat dihubungi jurnalis BBC, Aghnia Adzkia pada Selasa (12/1).
Pada peta tersebut, fase oleng dan jatuh tampak saat pesawat sempat kehilangan arah saat menuju Abasa.
Alih-alih berbelok ke arah timur laut posisi titik Abasa, ia justru sempat berbelok ke arah barat jalur normal dan kemudian tak lama kembali ke timur, dan jatuh.
Pada saat membelok ini, ketinggian pesawat menurun dari 3.322 meter di atas permukaan laut (mdpl), ke posisi 2.476 meter dalam waktu 10 detik.
Dari data yang sama, apabila digambarkan dalam bentuk tiga dimensi seperti video di bawah menggunakan data ketinggian pesawat, maka akan tampak arah jalur pesawat yang tak beraturan saat oleng dan jatuh.
Gerry memperkirakan, sang pilot mengalami disorientasi. Meski demikian, ia menjelaskan, hal ini bersifat dugaan dan perlu dicocokkan dengan data penerbangan dari pesawat. Terlebih, kecelakaan pesawat tidak hanya terjadi karena satu faktor penyebab.
“Ada kemungkinan disorientasi atau human factors. Tapi saya juga tidak bisa memastikan kapan disorientasi dimulai,” kata Gerry.
Baca Juga di : Sriwijaya Air SJ182 Diduga Mau Pindah Jalur Tapi Pilot Afwan Disorientasi
Komentar