Jakarta – ligo.id – Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin mengungkapkan, dari data terbaru pada 2022, angka prevalensi stunting sudah turun menjadi 21,6%.
Sebelumnya di 2021 angka stunting di Indonesia mencapai 24,4%.
Hasil itu menunjukkan upaya pemerintah Indonesia untuk menurunkan angka stunting mulai menunjukkan perbaikan.
“Survei tahun 2022 sudah selesai, angkanya turun ke 21,6%” kata Menkes dalam rapat kerja dengan Komisi IX DPR RI, Selasa (24/1/2023).
Pemerintah menargetkan dapat menekan angka stunting menjadi 14% di 2024. Untuk mencapai target tersebut, angka stunting perlu konsisten turun 3,8% per tahun.
“Rencanya kita di 2023 akan mengejar ke angka 17%-an, sehingga angka kepala 14% bisa kita capai di 2024” kata Menkes.
Untuk mempercepat penurunan stunting berdasarkan prevalensi dan jumlah kasus, Kementerian Kesehatan akan fokus pada 12 provinsi prioritas.
Ke-12 provinsi tersebut yaitu Aceh, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Tengah, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Barat, Sumatera Utara, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Banten.
“BKKBN sebagai koordinator untuk seluruh intervensi, Kemenkes akan fokus ke intervensi spesifik dan kita akan fokus ke 12 provinsi prioritas agar benar-benar target 14% bisa tercapai” kata Menkes.
Sebelumnya, Menkes dalam pertemuan Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) di Bogor juga menegaskan pentingnya pemenuhan protein hewani dalam MPASI dalam kaitannya dengan mengatasi masalah stunting.
“Stunting saya pesannya hanya dua yaitu intervensi spesifik pada ibu sejak remaja dengan memberikan tablet tambah darah dan pada anak usia 6 sampai 24 bulan dengan memberikan protein hewani pada MPASI” ujar Menkes Budi.
Menkes Budi menjelaskan stunting merupakan kurang gizi yang mengakibatkan rendahnya IQ anak sebesar 20% di bawah rata-rata.
Dengan demikian jika dilihat dari sudut pandang pendapatan daerah, apabila SDM di suatu daerah memiliki IQ rendah, maka pendapatan daerah juga akan rendah.
Karena masalahnya seseorang dengan intelektual rendah tidak bisa bekerja dengan profesi yang lebih tinggi yang menghasilkan income yang juga lebih tinggi.
“Jadi kalau kita mau maju, pendapatannya tinggi, jangan sampai stunting. Karena kalau stunting itu intelektualnya 20% lebih rendah” ucap Menkes Budi. #