Putusan PN Medan Terhadap Eks Sekda Samosir, Jabiat Sagala Disebut Langgar Pasal 3 UU Tipikor

Medan – ligo.id – Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Medan yang memvonis terdakwa Mantan Sekda Kabupaten Samosir Jabiat Sagala hanya1 tahun dan tanpa membayar uang pengganti, disebut telah melanggar Pasal 3 UU Tipikor.

Hal itu ditegaskan pengacara senior Rakerhut Situmorang, dalam keterangannya di Medan, Senin (22/8/2022)

“Putusan tersebut jelas-jelas mencederai rasa keadilan masyarakat dan menjadi presenden buruk bagi lembaga peradilan. Padahal program pemerintah untuk menegakkan hukum adalah memberantas gurita korupsi, sudah sejak lama dicanangkan, akan tetapi tidak dalam prakteknya,” ujar Rakerhut.

Seperti diketahui sebelumnya, perkara korupsi yang menyeret Jabiat muncul saat Jabiat menjadi Ketua Pelaksana Percepatan Penanggulangan Covid-19 di Samosir, dimana Jabiat menyalahgunakan kewenangannya sehingga menimbulkan kerugian bagi negara sekitar Rp. 944.050.768.

“Sejatinya Majelis Hakim PN Medan melihat secara cermat peruntukkan anggaran tersebut untuk kepentingan masyarakat banyak di tengah mewabahnya covid-19. Hukuman yang sangat rendah dan sangat jauh dari tuntutan JPU yang telah berupaya mengungkap kasus tersebut, tentu menimbulkan polemik di tengah masyarakat,” kata Rakerhut.

Rakerhut menjelaskan, sebelum kasus ini disidangkan di PN Medan terdakwa mengajukan upaya praperadilan di PN Negeri Balige menyangkut penetapan status tersangka, yang diduga sebagai menghalangi-halangi tersangka/terdakwa atau pun saksi (Vide Pasal 21 UU Tipikor).

Baca juga :  Advokat Abdul Madjid Podungge Terpilih Jadi Ketua DPD KAI Gorontalo

Padahal berdasarkan ketentuan Pasal 77 KUHAP, sesuai pandangan ahli, lanjut Rakerhut, disebutkan, penetapan tersangka bukan merupakan obyek praperadilan meskipun penetapan tersangka adalah bagian dari penyidikan dan memiliki konsekuensi hukum.

Rakerhut pun menyarankan JPU menggunakan kewenangannya menyatakan banding sebagaimana dimaksud Pasal 67 KUHAP, agar Pengadilan Tinggi Medan memeriksa kembali perkara banding tersebut sesuai Pasal 233 KUHAP.

“Padahal dalam kasus tersebut telah memenuhi unsur sifat melawan hukum dan lagi pula tidak ada alasan pembenar atau pemaaf bagi para terdakwa oleh karena perbuatan tersebut dilakukan dalam keadaan tertentu, sehingga putusannya yang sangat ringan dan tanpa uang pengganti tersebut menimbulkan polemik dan mencederai hukum,” pungkas Rakerhut.

Bahkan sebelumnya, Jabiat Sagala, divonis 1 tahun penjara denda Rp 50 juta subsider 1 bulan kurungan karena diyakini menyalahgunakan anggaran penanggulangan covid-19 sebesar Rp 944 juta pada persidangan di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Medan, Kamis 18 Agustus 2022 lalu.

Baca juga :  Wamenkumham Eddy Hiariej Penuhi Panggilan KPK

Terdakwa tidak dibebani membayar uang pengganti karena tidak menikmati anggaran covid-19 tetapi dinikmati warga Samosir.

Majelis hakim diketuai Sarma Siregar membacakan putusan itu di hadapan jaksa penuntut umum ( JPU) Resky Pradhana yang sebelumnya menuntut Jabiat Sagala 7 tahun penjara denda Rp 250 juta subsider 6 bulan kurungan serta membayar UP Rp 944 juta subsider 3 bulan kurungan.

Majelis hakim meyakini perbuatan terdakwa Jabiat Sagala melanggar Pasal 3 Ayat (1) juncto Pasal 18 Ayat (1) huruf b UU No 31 Tahun 1999 yang diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.

Baca juga :  Wamenkumham Eddy Hiariej Penuhi Panggilan KPK

Hakim juga mempertimbangkan hal yang memberatkan bahwa terdakwa tidak mendukung program pemerintah tentang pemberantasan korupsi, sedang yang meringankan adalah terdakwa sopan dan belum pernah dihukum. Atas putusan hakim tersebut, Jabiat menyatakan banding. #sad/rd

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *