LINTAS SULAWESI (LIGO) – Setelah sekian lama menjadi perdebatan, akhirnya pihak Kementerian Dalam Negeri mengunjungi langsung tapal batas Provinsi Gorontalo di bagian Gorontalo Utara dan Provinsi Sulawesi Tengah bagian Buol. Permasalahan tapal batas ini awalnya tidak bermasalah, hanya tiba-tiba saja Pemerintah Kabupaten Buol dan LSM Metrin Bina Masyarakat melayangkan permohonan sepihak ke Kementerian Dalam Negeri, agar tapal batas Gorontalo dan Sulteng dipindahkan ke sungai Tolinggula.
“Tapal batas mereka mintakan untuk dipindahkan sesuai keputusan keresidenan Gorontalo No 700 tahun 1898. Tapal batas Gorontalo yang saat itu masih Sulawesi Utara Dan Sulteng berada di Iigir atau punggung gunung,” tutur Rizal Yusuf Kune, S.KM Camat Tolinggula kepada LintasGorontalo.com
Lanjutnya, berdasarkan permasalaham tersebut pada tangal 28 Februari 2018 telah berlangsung pertemuan Pemprov Gorontalo dan Sulteng di Hotel A One Jakarta yang dimediasi oleh Kemendagri dengan membahas permohonan tapal batas untuk dilakukan peninjauan tapal Batas Gorontalo dan Sulteng dari tanggal 2 sampai 5 Mei 2018.
“Hasil verifikasi nanti Akan dibahas di Jakarta, pada tanggall 3 Mei 2018 oleh Kemendagri,” ujar Rizal.
Rizal berharap regulasi yang mengatur batas Provinsi Gorontalo dan Sulteng kedua batas tetap pada Igir atau puncak gunung yang memang sudah menjadi batas seharusnya.
Sementara Kepala Desa Papualangi Umar Otuhu yang ditemui Lintasgorontalo.com mengaku bingung, sehingga mempertanyakan apa sebab sehingga Kabupaten Buol mulai mengklaim titik koordinat pal batas Gorontalo dan Sulteng seharusnya ada di sungai Tolinggula.
“Pihak Pemerintah Buol meminta penegasan batas padahal pal batas sudah jelas, ini harus di klarifikasi,” tegas Umar Otuhu.
Ia juga menyampaikan bahwa bulan lalu ada pihak lain dari Buol masuk ke Papualangi tanpa pamit namun dirinya mencurigai kemungkinan besar mengambil titik koordinat, sehingga pal batas yang dibangun wirabuana top dam VII tidak sesuai dgn titik koordinat yang sesuai peta.
“Pihak Buol ingin menguasai wilayah kami, jangan sampai ini untuk perluasan sawit. Karena November 2017 pihak perusahaan kelapa sawit kami tolak untuk masuk ke Papualangi,” pungkasnya.
Sebelumnya dalam persoalan ini telah diwarnai dengan aksi damai masyarakat Tolinggula dan orasi oleh Karang Taruna Dulohupa Tolinggula. Bahkan meminta Tim dari Kementerian Dalam Negeri untuk menyampaikan pernyataan dihadapan masyarakat Tolinggula kurang lebih 2000-an orang dan menandatangani kain Putih berukuran 25 meter yang diikuti ribuan tanda tangan masyarakat Tolinggula atas hasil verifikasi akan dibahas kembali di Kemendagri
Laporan : Najid Lasale
Editor : Arlan
Komentar