Pemerintah Indonesia Protes Arab Saudi Karena Hukum Pancung TKI Tanpa “Notifikasi”

LINTAS NASIONAL (LIGO) – Tenaga kerja Indonesia Tuti Tursilawati yang dieksekusi mati oleh Pemerintah Arab Saudi tanpa “notifikasi” atau pemberitahuan kepada pemerintah Indonesia, membuat pemerintah Indonesia melalui Menteri Luar Negeri Retno Marsudi menyampaikan protes resmi itu secara langsung kepada Duta Besar Arab Saudi untuk Indonesia, Osama Mohammad Abdullah Alshuaib yang dipangilnya ke Kementerian Luar Negeri. Selasa (30/10), sehari setelah tenaga kerja wanita (TKW) .

Hal ini disampaikan Direktur Perlindungan WNI Kemenlu Lalu Iqbal dalam konferensi pers Selasa (30/10) sore, yang dilansir dari Voa Indonesia.

“Satu hal yang sangat disayangkan oleh pemerintah Indonesia adalah eksekusi terhadap Tuti Tursilawati dilakukan oleh pemerintah Arab Saudi tanpa notifikasi pada perwakilan kita, baik KBRI Riyadh maupun KJRI Jeddah. Karena itu pemerintah sudah menyampaikan keprihatinan dan protes terhadap cara pemerintah Arab Saudi melakukan eksekusi ini, pertama, Menlu RI sudah berbicara langsung dengan Menlu Arab Saudi menyampaikan protes pada Senin (29/10), dan hari selasa (30/10) memanggil Duta Besar Arab Saudi di Jakarta untuk menyampaikan protes secara langsung,” ujar Iqbal.

Iqbal menjelaskan bahwa sama sekali tidak ada indikasi bahwa Tuti Tursilawati akan dieksekusi karena pada tanggal 19 Oktober ia baru saja melakukan video call dengan keluarganya di Majalengka dan mengabarkan bahwa ia baik-baik saja. Demikian juga ketika pihak KJRI Jedah berkomunikasi dengannya pada 28 Oktober.

Seminggu lalu, lanjut Iqbal, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi juga telah menyampaikan soal Tuti ini kepada Menteri Luar Negeri Arab Saudi yang berkunjung ke Jakarta. Dalam pertemuan pada 23 Oktober itu, Retno meminta agar negara kerajaan itu mempertimbangkan perjanjian “Mandatory Consuler Notification” – yaitu pemberitahuan jika terjadi eksekusi. Indonesia memiliki perjanjian itu dengan sejumlah negara, kecuali Arab Saudi.

Ini merupakan upaya terakhir yang dilakukan Pemerintah setelah serangkaian upaya litigasi dan non-litigasi, antara lain 47 kunjungan dan pendampingan di pengadilan, pengajuan banding dan peninjauan kembali, hingga pengiriman surat Presiden Joko Widodo kepada Raja Arab Saudi Salman bin Abdulaziz Al Saud. Oleh karena itu banyak pihak terkejut ketika mengetahui Tuti Tursilawati dieksekusi Senin pagi (29/10).

Pakar hukum internasional di Universitas Indonesia, Prof. Dr. Hikmahanto Juwana mengatakan tindakan eksekusi mati tanpa notifikasi jelas menyalahi norma hukum internasional. Namun, pelanggaran terhadap norma ini sulit dimintai pertanggungjawabannya.

Ia menilai sikap Menteri Luar Negeri Retno Marsudi memprotes kebijakan Arab Saudi ini sudah tepat.

“Protes wajib untuk terus dilakukan tanpa henti,” ujar Hikmahanto,

“sebagai bentuk ketidaksukaan pemerintah Indonesia atas perlakuan WNI oleh otorita Arab Saudi,” tukasnya.

Sementara itu Komnas Perempuan, dalam pernyataan tertulis yang diterima VoA hari Selasa, juga menyebut sistem khafalah di Arab Saudi “yang menjadi hambatan bagi perlindungan TKI” karena “majikan cenderung menjadikan pekerja mereka sebagai bagian dari properti mereka dan hak privasi, serta bahwa keamanan majikan tidak boleh diganggu gugat.

Penerapan sistem khafalah secara absolut membuat majikan “tidak bisa diintervensi, meskipun ada pekerja asing di dalam rumah tangga tersebut,” yang disebutkan oleh Komnas Perempuan ini, dinilai membuat posisi pekerja migran sangat rentan terhadap aksi kekerasan dan menyulitkan akses korban mendapatkan keadilan.

Komnas Perempuan menyerukan Pemerintah Arab Saudi untuk menghormati prinsip-prinsip hak asasi dan memberi perlindungan bagi buruh migran.

“lebih melindungi pembantu rumah tangga migran Indonesia, antara lain dengan memberi ruang bagi konsulat untuk melakukan kunjungan langsung ke rumah majikan dalam upaya perlindungan buruh migran.” tulis Komnas Perempuan kepada VoaIndonesia.

Laporan: VoAIndonesia/Elias
Editor: Najid Lasale

Komentar