Menyoal “Deportasi” UAS dan Tuduhan Serius Otoritas Singapura

Ilham Bintang
Ketua DK PWI Pusat

Catatan – ligo.id – Peristiwa “deportasi” Ustaz Abdul Somad (UAS) dan rombongan Senin (16/5/2022) lalu di Singapura masih memantik reaksi prokontra di Tanah Air hingga hari ini.

Apalagi setelah Kementerian Dalam Negeri Singapura (MHA) mengungkap alasan “deportasi” UAS yang sayangnya tanpa didahului klarifikasi dan disertai bukti kongkrit. Rilis MHA diluncurkan sehari setelah kejadian. Atau selang beberapa jam setelah KBRI Singapura mengirim Nota Diplomatik kepada Kementerian Luar Negeri Singapura untuk meminta penjelasan mengenai peristiwa itu.

“Pesanan” Jakarta

UAS yang dihubungi kemarin menganggap apapun penilaian Otoritas Singapura terhadapnya, dia tetap menduga kejadian yang menimpanya di kota Singa adalah “pesanan” dari Jakarta. Tanpa menjelaskan pihak dimaksudnya. Persis seperti yang pernah dia alami tempo hari di Timor Leste.

“Di Timor Leste sejam sebelum pesawat mendarat, masuk fax dari Jakarta, UAS teroris,” kenangnya ketika dihubungi menanggapi pernyataan Kementerian Dalam Negeri Singapura.

“Soal fatwa bom syahid di Palestina, jin kafir, non Muslim disebut Kafir, semua sudah tuntas. Sudah diklarifikasi. Mereka (MHA) tinggal googling di internet atau klik kanal Youtube semua sudah UAS klarifikasi,” sambungnya Rabu (18/5/2022) siang via WhatsApp, pas di hari ulang tahunnya yang ke 45.

Cek Fakta

Merujuk pernyataannya, semalam saya mengecek fakta di Youtube. Benar ada. Judulnya : “Klarifikasi mengenai bom Syahid di Palestina.” Video diupload empat tahun lalu (2018) untuk meluruskan pemelintiran ceramahnya dua tahun sebelumnya (2016).

“Saya masih ingat ceramah saya dua tahun lalu yang ternyata sudah dipotong-potong, sehingga terlepas dari konteksnya. Hari, tanggal, dan di masjid mana saya ceramah soal bom itu pun, saya masih ingat (menyebut nama masjid). Waktu itu saya menjawab pertanyaan jemaah soal bom bunuh diri di Palestina. Saya bilang, sekarang saya klarifikasi, dalam konteks kejadian di Palestina —karena negerinya dicaplok Israel — itu bukan bom bunuh diri namanya melainkan bom perlawanan penindasan, bom syahid. Sebab mati pun mati syahid namanya. Karena perjuangannya untuk mempertahankan Tanah Air mereka,” ungkap UAS di video itu sambil mengutip ayat Al Quran yang mendukung perjuangan syahid itu.

Soal Sebutan Kafir

Apa alasan sekaligus tuduhan Pemerintah Singapura menolak UAS masuk Singapura yang dirilis Kementerian Dalam Negeri Singapura (MHA) di situs resminya (17/5/2022), terangkum dalam tiga point berikut.

  1. Kementerian Dalam Negeri (MHA) memastikan bahwa ustadz Abdul Somad Batubara (Somad) tiba di Terminal Feri Tanah Merah Singapura pada 16 Mei 2022 dari Batam dengan enam pendamping perjalanan. Somad diwawancarai, setelah itu kelompok tersebut ditolak masuk ke Singapura dan ditempatkan ke feri untuk kembali ke Batam pada hari yang sama.
  2. Somad dikenal sebagai penyebar ajaran ekstremisme dan ajarannya menimbulkan segregasi, yang tidak dapat diterima di masyarakat multi-ras dan multi-agama Singapura. Misalnya, Somad pernah berkotbah soal bom bunuh diri adalah sah dalam konteks konflik Israel-Palestina, dan dianggap sebagai operasi ‘syahid’. Dia juga membuat komentar yang merendahkan anggota komunitas agama lain, seperti Kristen, dengan menggambarkan salib Kristen sebagai tempat tinggal ‘jin (roh/setan) kafir’. Selain itu, Somad secara terbuka menyebut non-Muslim sebagai ‘kafir’ (kafir).
  3. Masuknya pengunjung ke Singapura tidak otomatis bukan pula menjadi haknya. Setiap kasus dinilai berdasarkan rekam jejaknya. Sementara Somad berusaha memasuki Singapura dengan berpura-pura dalam rangka kunjungan sosial, Pemerintah Singapura memandang serius siapa pun yang menganjurkan kekerasan dan/atau mendukung ajaran ekstremis dan segregasi. Somad dan teman perjalanannya ditolak masuk ke Singapura. Pernyataan MHA yang tidak disertai data atau bukti-bukti. membuat UAS meradang. Contoh tuduhan menyebut Kafir untuk Non Muslim. Non Muslim memang disebut Kafir, dan itu tidak mengimpresikan hal buruk atau negatif. Perkataan kafir menjadi negatif justru kalau ditujukan kepada sesama Muslim.

“Serajin apa PNS Kementerian Luar Negeri Singapura  nonton tausiyah UAS? Siapa mengompor-ngompori? UAS tidak jadi masuk Timor Leste karena sejam sebelum landing masuk fax dari Jakarta, UAS terroris.UAS diusir dari Swiss karena ada fax dari Jakarta, dikirim gambar UAS pernah diusir ceramah di Amsterdam. Siapa ngirim fax dari Jakarta? Sejarah akan membuktikan, memperlihatkan sampah-sampah sejarah,” paparnya.

UAS Bukan Pertama

UAS bukan Ulama pertama dan satu-satunya yang pernah ditolak masuk ke Singapura yang bulan lalu mengumumkan akan membuka Kedutaan Besar Israel di sana.

Setidaknya, lima tahun lalu, 2017, dua Ulama ditangkal masuk Singapura. Kedua ulama tersebut oleh media lokal diidentifikasi sebagai Ismail Menk yang berkewarganegaraan Zimbabwe dan Haslin bin Baharim yang berkewarganegaraan Malaysia.

Alasan Pemerintah Singapura melarang pun “copy paste” atau serupa alasan menolak UAS sekarang. Disebut, pandangan kedua Ulama mengandung intoleransi dan menjadi risiko bagi keharmonisan sosial di Singapura.

Kementerian Dalam Negeri Singapura seperti dilansir kantor berita Reuters, waktu itu, Senin (30/10/2017), menyatakan salah satu ajaran Menk, umat muslim tidak dibolehkan memberikan ucapan selamat kepada orang-orang dari agama lain di hari peringatan keagamaan mereka. Adapun Baharim dituding memiliki pandangan yang memicu perpecahan antara muslim dan non-muslim, yang disebut MHA ‘menyimpang”

Dari Batam ke Tanah Merah

Ustaz Hendriyanto, Sahabat UAS yang ikut ke Singapura kemarin menceritakan kronologis kejadian yang menimpanya. Rombongan UAS 7 orang. Terdiri UAS dan istri serta bayi 3 bulan, keluarga Hendriyanto, istri dan anak mereka. Hendriyanto bersama lima dari rombongan dipersilahkan masuk setelah paspor di scan Imigrasi. UAS yang terakhir chek-in di Imigrasi mendapat masalah.

Tak diperkenankan masuk. Sempat digiring masuk ruang tahanan. Keenam yang sudah clear dipanggil kembali ke kantor Imigrasi, seluruhnya dibawa masuk disatukan dengan UAS dalam satu ruangan yang lebih besar. Di situ menunggu sekian jam sebelum digiring ke kapal Ferry kembali ke Batam.

“Tidak ada penjelasan. Semua petugas Imigrasi yang kebetulan Melayu dan kenal UAS mengaku tak bisa memberi penjelasan. Katanya, mereka hanya melaksanakan perintah atasan. Para petugas itu meminta maaf berkali-kali sambil mencium tangan UAS,” kisah Ustaz Hendriyanto lewat sambungan telepon, Rabu (18/5/2022) siang.

Menurut Hendriyanto, trip UAS dan rombongan ke Singapura untuk berlibur. Tidak ada agenda ceramah. Rencana menginap dua malam di hotel yang sudah dibooking, dekat Masjid Sultan di Arab Street.

Di Tanah Air peristiwa UAS sampai sekarang memang masih memicu prokontra. Sebagian menyesalkan Singapura dan menganggap negara RI tak hadir dalam kasus UAS. Padahal, Dubes RI di Singapura Suryopratomo diketahui sudah menangani, termasuk membuat Nota Diplomatik kepada pemerintah Singapura.

Ketua Komisi VIII DPR RI Yandri Susanto menilai Singapura terlalu bersikap paranoid terhadap ulama Indonesia. Makanya, dia mendorong Dubes RI untuk Singapura Suryopratomo agar tidak lepas tangan begitu saja terkait masalah ini.

Anggota Komisi I DPR Fraksi PPP Muhammad Iqbal menyatakan keprihatinan sama. Ia mengikuti  postingan UAS di Instagramnya saat dimasukkan ke ruangan khusus dengan atap jeruji besi.

Menurut Iqbal, pencegahan terhadap Ustad Abdul Somad ke Singapura yang jelas-jelas dengan dokumen lengkap bisa berdampak bagi citra Singapura di mata masyarakat Indonesia.

“Bukan tidak mungkin pencekalan terhadap UAS ini akan mempengaruhi kunjungan wisatawan Indonesia ke Singapura. Apalagi UAS sebagai tokoh publik dan penceramah kondang dikenal luas oleh masyarakat Indonesia,” beber Iqbal seperti dikutip beberapa media di Tanah Air, Rabu (18/5/2022).

Mahfud : Bukan Urusan Negara

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD menyatakan pemerintah tak bisa mencampuri keputusan Singapura yang menolak masuk UAS dan rombongannya.

Mahfud beralasan pemerintah Singapura memiliki kebijakan tersendiri yang tak bisa diintervensi oleh negara lain.

Saat ditanya apakah pemerintah Indonesia akan merespons sikap Singapura, Mahfud menyatakan pemerintah tak bakal mengambil keputusan apapun. Ia menegaskan penolakan Singapura terhadap kedatangan UAS yang ingin berlibur bukan urusan Indonesia.

“Tidak ada langkah ke depan. Ini bukan urusan hukum Indonesia, itu urusan hukum Singapura. Kita, sudah punya hukum sendiri, Singapura (juga) tidak bisa sembarang melanggar wilayah teritorial Indonesia” (CNN Indonesia).

Cendekiawan Muslim, Prof DR Azyumardi mengingatkan, Pemerintah Singapura memang sangat sensitif pada isu agama yang menjadikan MHA Singapura mencekal beberapa pendakwah masuk negaranya.

“Kalau di Indonesia isu seperti di dalam daftar uraian MHA Singapura tidak ada masalah. Makanya, saya berharap ke depan kita harus bijak menggunakan kebebasan di Tanah Air, karena aktivitas itu dicatat oleh Kedubes-Kedubes asing di Jakarta,” kata Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah yang Rabu (18/5/2022) terpilih sebagai Ketua Dewan Pers yang baru periode 2022-2025. /

Tabayyun

Betapapun, kasus UAS menarik untuk bahan diskusi dan kajian pakar berbagai disiplin ilmu dan tokoh lintas agama dari seluruh dunia.

Harus ada pandangan baru mengikuti perubahan pandangan beberapa negara di belahan dunia, terutama Eropa yang telah mengecam dan melarang “Islamophobia” di negaranya masing-masing.

Bahkan secara mengejutkan, DPR Amerika Serikat akhir tahun 2021 meloloskan RUU untuk berantas Islamophobia. Ini jelas kontras dengan kejadian di Singapura, kawasan Asean, yang bertetangga dekat dengan negara Malaysia dan Indonesia yang terkesan masih mengidap paranoid.

Padahal bertetangga dekat, satu rumpun pula dengan Malaysia dan Indonesia yang mayoritas berpenduduk Islam. Singapura harus sudah mulai menghentikan sikap paranoid, sikap tak bersahabat kepada tetangga. 

Ceramah-ceramah agama, agama apapun, isinya pasti bernuansa hanya mengagungkan agama masing-masing. Bahkan, menganggap, dan itu sah, hanya agamanya yang terbaik.

Apalagi kajian agama lazimnya hanya dihadiri terbatas atau secara eksklusif jemaahnya.

Di era digital, bukan mustahil isi ceramah bocor menerobos ruang publik. Apalagi kalau sengaja dilakukan pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab untuk mengganggu stabilitas atau harmoni suatu negara atau satu kawasan.

Harus disadari dunia belum menemukan “obat” atau perangkat mencegah itu. Yang baru bisa dilakukan bersikap dewasa memahami perubahan dunia. Dan, tabayyun. Atau verifikasi. Dengan itulah salah satu cara merawat harmoni bisa dicapai. #rd

Komentar