Mantan Napi Korupsi Boleh Kembali Nyaleg, ICW: Wujud Buruknya Kaderisasi Parpol

Jakarta – ligo.id – Indonesia Corruption Watch (ICW) menyatakan adanya mantan koruptor yang mencalonkan diri lagi dan mendapat dukungan partai politik, menunjukkan demokrasi Indonesia sedang bermasalah.

Kabar terkait mantan narapidana kasus korupsi boleh menjadi calon anggota legislatif kembali dipersoalkan menjelang Pemilihan Umum 2024.

Peneliti di Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana menegaskan, mantan narapidana kasus korupsi yang maju menjadi calon anggota legislatif merupakan bentuk hilangnya rasa malu pada masyarakat.

Sebab menurutnya, sejatinya mereka pernah berkhianat atas mandat yang pernah diberikan oleh masyarakat.

Dia menambahkan, kalau partai kembali mencalonkan mantan koruptor dalam Pemilihan Umum 2024 maka hal ini memicu pertanyaan mengenai proses kaderisasi dalam partai politik yang bersangkutan.

“Apakah sudah sebegitu sulit mencari orang-orang yang bersih rekam jejaknya. Apakah di partai politik itu cukup sulit untuk menentukan nama-nama yang lebih berintegritas ketimbang harus mencalonkan orang-orang yang sempat mendekam di lembaga pemasyarakatan dan sudah berkekuatan hukum tetap terbukti melakukan tindak pidana korupsi,” kata Kurnia.

Kurnia Ramadhana mengatakan jika banyak mantan koruptor mencalonkan diri lagi dan mendapat dukungan partai politik, menunjukkan sedang bermasalahnya demokrasi di Indonesia.

Ini dikarenakan bukan tidak mungkin mereka mengulangi perbuatan korupsinya lagi di kemudian hari.

KPK: Antara 2004-2022, 310 Anggota DPR/DPRD Tersangkut Korupsi

Mengutip data dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), selama 2004 hingga tahun ini, terdapat 310 anggota DPR/DPRD tersangkut kasus korupsi.

Ini peringkat kedua tertinggi setelah jumlah pelaku korupsi di sektor swasta yang mencapai 372 orang.

MA Batalkan Aturan KPU yang Melarang Mantan Napi Korupsi Nyaleg

Menjelang Pemilihan Umum 2019, KPU pernah membuat aturan yang melarang mantan narapidana kasus korupsi mendaftar menjadi calon anggota DPR, DPRD, dan DPD.

Namun, setelah digugat Mahkamah Agung membatalkan aturan KPU tersebut.

Mahkamah Agung ketika itu menyatakan aturan KPU yang melarang mantan koruptor menjadi calon anggota legislatif berlawanan dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.

Salah satu alasan yang dikemukakan oleh Mahkamah Agung adalah larangan tersebut melanggar hak asasi manusia, terutama hak politik warga negara untuk memilih dan dipilih.

Alhasil, pada Pemilihan Umum 2019 setidaknya terdapat 49 mantan napidana kasus korupsi menjadi calon anggota legislatif.

Dari jumlah ini, 40 orang menjadi calon anggota DPRD provinsi dan kabupaten/kota. Sedangkan sembilan orang lainnya menjadi calon anggota DPD. #cak/wan

Komentar