Jakarta – ligo.id – Kabar terkait mantan narapidana kasus korupsi boleh menjadi calon anggota legislatif kembali dipersoalkan menjelang Pemilihan Umum 2024 juga disoroti Perkumpulan Untuk Pemilihan Umum dan Demokrasi (Perludem).
KPU pernah membuat aturan yang melarang mantan narapidana kasus korupsi mendaftar menjadi calon anggota DPR, DPRD, dan DPD. Namun, setelah digugat Mahkamah Agung membatalkan aturan KPU tersebut.
Salah satu alasan yang dikemukakan oleh Mahkamah Agung adalah larangan tersebut melanggar hak asasi manusia, terutama hak politik warga negara untuk memilih dan dipilih.
Peneliti Perludem, Nurul Amalia menegaskan, partai politik sebagai organisasi penghasil pemimpin seharusnya bisa menyediakan calon-calon yang memiliki komitmen dan visi untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik.
Ketika partai politik masih mencalonkan kader yang pernah melakukan korupsi, tambahnya, rakyat seharusnya mengecam keras hal ini karena menunjukkan tidak adanya niat membangun tata kelola pemerintahan yang baik.
Korupsi yang dilakukan kader partai politik mencerminkan integritas individu yang buruk.
“Jadi ketika partai mencalonkan mantan koruptor, kita perlu waspada. Jangan-jangan partai ikut pemilu, tapi nggak punya visi untuk membangun tata kelola pemerintahan yang baik. Kalau nggak punya tujuan ini, gawat juga. Karena tata kelola pemerintahan yang baik itu berhubungan dengan tujuan pemilu yang lain, yaitu meningkatkan partisipasi dan kontrol pemilih terhadap calon terpilih,” kata Nurul.
Menurutnya, undang-undang tentang pemilihan umum dan pemilihan kepala daerah memang membolehkan mantan narapidana kasus korupsi untuk mencalonkan diri, dengan syarat mengumumkan secara terbuka kepada publik bahwa yang bersangkutan pernah dipenjara karena kasus rasuah.
Namun putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 56 Tahun 2019 mengharuskan mantan narapidana kasus korupsi menunggu lima tahun sebelum bertarung dalam pemilihan kepala daerah. Sejatinya, jeda lima tahun ini, kata Nurul, bisa berlaku untuk calon anggota legislatif diatur oleh peraturan Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Nurul menekankan membiarkan mantan koruptor maju dalam pemilihan umum membuka kerentanan baru mengenai kepemimpinan yang tidak etis.
Dia mencontohkan dari 81 mantan koruptor yang maju di Pemilihan Umum 2019, ada delapan orang yang terpilih. Bisa jadi, tambahnya, pemilih yang mencoblos delapan mantan koruptor itu tidak mengetahui bahwa mereka pernah terlibat rasuah.
Oleh karena itu Perludem merekomendasikan tiga hal, yakni pertama, KPU mengeluarkan aturan yang mewajibkan jeda lima tahun bagi mantan narapidana kasus korupsi yang ingin mencalonkan diri sebagai anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota.
Kedua, KPU, stasiun televisi, media massa dan media sosial memberitahu pemilih nama-nama mantan koruptor yang menjadi calon anggota legislatif.
Dan ketiga, KPU memasang nama dan foto calon anggota legislatif mantan koruptor di setiap tempat pemungutan suara (TPS), beserta informasi mengenai bentuk korupsi yang dilakukan.
Politisi PKB : Tak Jarang Partai Dihadapkan pada Pilihan Sulit
Menanggapi hal itu, politikus dari Partai Kebangkitan Bangsa, Maman Imanulhaq menjelaskan kaderisasi di partai politik sebenarnya berjalan, hanya saja dengan melihat pertarungan partai politik saat ini yang membutuhkan sosok yang dikenal masyarakat dan memiliki logistik yang besar maka tak jarang partai politik dihadapkan oleh pilihan yang sulit.
“Misalnya apakah kita mengajukan orang yang relatif baru atau orang yang lama, tetapi ketokohannya masih diakui dengan masyarakat. Nah itu yang membuat dilema beberapa partai sehingga dia mencalonkan sosok tokohnya walaupun dia dulu mantan napi koruptor,” ungkap Maman Imanulhaq.
Menurut Maman, salah satu indikasi kesuksesan sebuah partai adalah berapa kursi yang didapatkan dalam pemilu. Dan tak jarang kursi itu didapatkan dari orang yang masih memiliki ketokohan.
Untuk itu, kata Maman, perlu adanya edukasi kepada masyarakat agar memilih pemimpin yang memiliki integritas dan tidak mempunyai masa lalu yang menghancurkan demokrasi seperti koruptor. #cak/wan