5675 Iklan Kampanye Pilkada Berbayar di Medsos Senilai Rp 1,8 Miliar

LIGO.ID – Penayangan iklan kampanye di media sosial yang semestinya dilaksanakan 14 hari sebelum dimulainya masa tenang atau dari 22 November-5 Desember 2020 mulai menuai polemik.

Perludem menemukan 5.675 iklan berbayar dengan nilai lebih dari Rp1,8 miliar di media sosial terkait dengan Pilkada 2020. Iklan tersebut dilakukan di luar jadwal yang telah disusun Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Hal itu diatur dalam Peraturan KPU 11/2020 tentang Kampanye Pilkada Pasal 47 ayat 6. Peneliti Perludem, Mahardhika, mengatakan penayangan iklan kampanye di luar jadwal tersebut berpotensi dianggap sebagai pelanggaran pidana.

Setidaknya ada 12.291 iklan berbayar di platform Facebook tentang sosial, pemilu dan politik sepanjang 4 Agustus hingga 9 November 2020. Sebanyak 5.675 iklan di antaranya berkaitan dengan Pilkada 2020 yang diiklankan oleh 159 akun dengan nilai lebih dari Rp1,8 miliar.

“Perludem juga menemukan beberapa berita atau disinformasi, terutama di iklan yang berbayar. Perludem punya kepedulian terhadap iklan kampanye yang berbayar karena dia menargetkan warga yang sesuai target,” jelas Mahardhika. Minggu (22/11).

Perludem memantau iklan berbayar di media sosial dengan metode penargetan karena dapat memanipulasi kecenderungan pilihan politik pengguna media sosial.

Baca juga :  Kartini dan Saripa Rahman Hala: Perjuangan dengan Masa Berbeda

Sementara bagi partai dan kandidat, metode penargetan iklan kampanye berbayar dapat menguntungkan mereka yang memiliki dana kampanye lebih besar. Ini juga dapat menahan ide-ide politik dari partai dan kandidat dengan dana kampanye yang kecil.

Dhika menambahkan, lembaganya juga menemukan sejumlah risiko pelanggaran di media sosial, seperti kampanye hitam, politik identitas, hingga penggunaan robot dalam kampanye. Namun, kata Dhika, masih ada celah regulasi untuk mengatasi risiko ini karena Undang-undang Pilkada 2020 tidak mengatur jelas tentang pelanggaran di media sosial.

Regulasi itu belum memadai untuk menanggulangi risiko ini. Undang-undang Pilkada di Pasal 69 itu lebih banyak soal larangan kampanye secara umum seperti mempersoalkan dasar negara dan menghina seseorang, agama, ras dan golongan,” tambah Dhika.

Dhika menjelaskan lembaganya bersama sejumlah organisasi telah menyusun pedoman etik kampanye politik di media sosial untuk Pilkada 2020 untuk mengatasi celah regulasi tersebut.

Baca juga :  Kartini dan Saripa Rahman Hala: Perjuangan dengan Masa Berbeda

Pedoman etik ini berisi imbauan kepada partai, kandidat, perusahaan media sosial, dan penyelenggara Pilkada 2020. Isinya antara lain mengenai komitmen untuk menyebarkan informasi yang benar dan melaporkan dana kampanye secara jujur.

Temuan Perludem ada lima daerah dengan jumlah iklan kampanye berbayar terbanyak, yaitu Sulawesi Tengah (834 iklan), Makassar (560 iklan), Surabaya (364 iklan), Sidoarjo (339 iklan), dan Kalimantan Tengah (329 iklan).

Disisi lain, Anggota Bawaslu RI Divisi Hukum, Fritz Edward Siregar, mengatakan Bawaslu RI telah bekerja sama dengan sejumlah lembaga untuk menindaklanjuti sejumlah persoalan di media sosial dalam Pilkada 2020.

Baca juga :  Kartini dan Saripa Rahman Hala: Perjuangan dengan Masa Berbeda

Lembaga-lembaga tersebut antara lain Kementerian Komunikasi dan Informatika, kepolisian, dan perusahaan media sosial. Bawaslu juga menemukan 105 akun yang sudah beriklan di media sosial di luar jadwal yang telah ditetapkan KPU.

Apakah itu masuk kategori pidana, tidak bisa, karena itu masih perdebatan karena tidak diatur di Pasal 65 Undang-undang Pilkada. Tapi kalau kita mengacu pada PKPU 13/2020 sudah jelas mengatakan ada iklan di media sosial,” ujar Fritz Siregar, Minggu (22/11).

Fritz menambahkan Bawaslu menemukan 38 isu hoaks tentang Pilkada 2020. Hingga 18 November 2020, Bawaslu telah memeriksa 380 tautan internet dan telah merekomendasikan 182 unggahan di media sosial untuk diturunkan. Menurut Fritz, persoalan Pilkada 2020 di media sosial merupakan tanggung jawab semua pihak karena ranahnya yang luas. (#c)

Komentar