18 Tahun Kejadian Tsunami Aceh, Diperingati Hari Ini

Aceh – ligo.id – Hari ini 18 tahun yang lalu, bencana besar melanda tanah Aceh. Sebuah gelombang besar Tsunami meluluh lantakkan Serambi Mekah dan pulau-pulau di sekitarnya.

Peringatan 18 tahun Tsunami Aceh pun digelar di lokasi kuburan massal.

Lebih dari 200 ribu nyawa hilang dalam tragedi memilukan. Kini, setiap tanggal 26 Desember pun dikenang sebagai peringatan Tsunami Aceh.

Tahun ini, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Aceh memperingatinya sebagai momen meningkatkan kesiapsiagaan bencana. Kepala Disbudpar Aceh, Alumuniza Kamal mengatakan kejadian 18 tahun lalu itu menyadarkan masyarakat akan pentingnya kesiapan risiko bencana.

“Tahun 2004 menjadi salah satu bencana terbesar yang pernah terjadi di Aceh. Kejadian tersebut memberikan kesadaran akan pentingnya manajemen terhadap risiko bencana” kata Kadisbudpar Aceh, Almuniza Kamal di Banda Aceh, Sabtu malam.

Peringatan Tsunami Aceh kali ini diselenggarakan di Museum Tsunami Banda Aceh dan akan difokuskan ke lokasi di Kuburan Massal Siron, Kecamatan Ingin Jaya, Kabupaten Aceh Besar.

Baca juga :  Gebyar SMART di Yosonegoro Berlangsung Meriah

“Kuburan Massal Siron salah satu tempat saksi betapa dahsyatnya tsunami 2004 silam. Ada 40 ribu lebih para syuhada yang dimakamkan di sana. Jadi, tidak hanya kegiatan seremonial semata, tapi kita bisa sekalian berziarah di sana” kata Almuniza di Banda Aceh, Minggu.

Ia menjelaskan dalam kegiatan tersebut ikut dirangkai dengan sejumlah kegiatan di antaranya tafakur, zikir dan shalawat, santunan anak yatim, ziarah, serta tausiah dan doa bersama.

Ada pun untuk tausiah akan diisi Ketua Himpunan Ulama Dayah Aceh (HUDA), Tgk H Muhammad Yusuf A Wahab dan zikir shalawat akan dipandu Pimpinan Pesantren Darul Mujahiddin Lhokseumawe, Tgk Muslim At Thahiri.

Kemudian, keberadaan makam ini juga memberikan sebuah pembelajaran dalam hal tenggang rasa, serta saling menghargai antar umat beragama.

“Setiap peringatan tsunami, banyak sekali ditemui peziarah berbeda suku, agama dan budaya yang membaur di Kuburan Massal Tsunami Siron untuk mendoakan keluarga dan kerabatnya” katanya.

Peringatan 18 tahun tsunami tahun ini mengusung tema “Bangkit Lebih Kuat, Bangun Budaya Sadar Bencana”.

Baca juga :  Halalbihalal di Rupri Fadel Muhammad, Marten: Ajang Silaturahmi

“Isi tema tersebut sebagai bentuk upaya pemerintah mengajak masyarakat agar senantiasa bersemangat dalam bertransformasi dan bangkit dalam membangun budaya sadar bencana” kata Almuniza.

Almuniza menilai, peringatan tsunami yang digelar saban tahun merupakan salah satu upaya Pemerintah Aceh untuk mengedukasi generasi penerus bangsa agar selalu siaga terhadap bencana.

“Masyarakat Aceh harus selalu membangun budaya sadar bencana dalam upaya mengantisipasi kejadian-kejadian yang mungkin terjadi di masa depan. Intinya, edukasi tetap menjadi poin utama dalam setiap tahun peringatan tsunami” kata Almuniza.

Ia menambahkan peringatan tsunami menjadi momentum renungan bagi masyarakat Aceh sebagai media pembelajaran dan memperkuat keimanan kepada Allah SWT.

“Kita juga harus sadar terhadap fenomena alam dan mengajarkannya kepada generasi mendatang, karena mencegah bencana alam tentu tidak bisa, tapi mengurangi risikonya pasti bisa kita lakukan bersama-sama dengan semangat berkolaborasi” katanya.

Ia menjelaskan bencana gempa dan tsunami yang terjadi pada 18 tahun silam menjadi salah satu bentuk ikhtiar bagi masyarakat Aceh dan juga sebagai pengingat bahwa bencana bisa terjadi kapan saja.

Baca juga :  Dinas Pariwisata Diminta Danai Tradisi Pacuan Kuda di Yosonegoro

Dalam tragedi tersebut, ada sekitar 230.000 jiwa dinyatakan hilang dan meninggal dunia saat gempa disusul tsunami pada 26 Desember 2004. Almuniza berharap kegiatan tersebut dapat mengedukasi masyarakat bahwa betapa pentingnya pengetahuan dan kesadaran mitigasi bencana.

“Peringatan tsunami akan menjadikan renungan bagi kita semua dan momentum meningkatkan kesiapsiagaan terhadap bencana. Hal ini juga menjadikan salah satu upaya meningkatkan keimanan kita kepada Allah SWT” katanya.

Ia juga berharap momentum silaturahmi tersebut akan melahirkan dua buah buku, yang sebagai cikal bakal literasi bagi generasi Aceh di masa depan untuk mengenang dan sadar bahwa Aceh adalah salah satu laboratorium untuk belajar kebencanaan. #

Komentar